Aku sedang menunggu clientku dan mencari tempat yang asyik dimana disana ada sajian live music untuk menghibur pengunjung saat itu yang main band beraliran jazz aku lihat dari penyayinya seorang cewek suaranya enak sekali , wajah manisnya ditambah dengan lesung pipinya membuat dia semakin manis , kira kira umurnya 26 tahun.
“Para pengunjung sekalian.. Malam ini saya, Della bersama band akan menemani anda semua. Jika ada yang ingin bernyanyi bersama saya, mari.. saya persilakan. Atau jika ingin request lagu.. silakan”.
Penyanyi yang ternyata bernama Della itu mulai menyapa pengunjung Cafe. Aku hanya tertarik mendengar suaranya.
Percakapan dengan client menyita perhatianku. Sampai kemudian telingaku menangkap perubahan cara bermain dari sang keyboardist. Aku melihat ke arah band tersebut dan melihat Della ternyata bermain keyboard juga. Della bermain solo keyboard sambil menyanyikan lagu “All of Me”. Lagu Jazz yang sangat sederhana.
Aku menikmati semua jenis musik dan berusaha mengerti semua jenis musik. Termasuk jazz yang memang ‘brain music’. Musik cerdas yang membuat otakku berpikir setiap mendengarnya. Della ternyata bermain sangat aman. Aku terkesima menemukan seorang penyanyi cafe yang mampu bermain keyboard dengan baik. Tiba-tiba aku menjadi sangat tertarik dengan Della.
Aku menuliskan request laguku dan memberikannya melalui pelayan cafe tersebut. “The Boy From Ipanema, please.. And your cellular number. 081xx. From Boy.”, tulisku di kertas request sekaligus menuliskan nomor HP-ku. Aku melanjutkan percakapan dengan clientku dan tak lama kemudian aku mendengar suara Della.
“The Boy From Ipanema.. Untuk Mr. Boy..?”
Bahasa tubuh Della menunjukkan bahwa dia ingin tahu dimana aku duduk. Aku melambaikan tanganku dan tersenyum ke arahnya. Posisi dudukku tepat di depan band tersebut. Jadi, dengan jelas Della bisa melihatku.
Kulihat Della membalas senyumku. Dia mulai memainkan keyboardnya. Sambil bermain dan bernyanyi, matanya menatapku. Aku pun menatapnya. Untuk menggodanya, aku mengedipkan mataku. Aku kembali berbicara dengan clientku. Tak lama kudengar suara Della menghilang dan berganti dengan suara penyanyi pria. Kulihat sekilas Della tidak nampak. Tit.. Tit.. Tit.. SMS di HP-ku berbunyi.
“Della.” tampak pesan SMS di HP-ku. Wah.. Della meresponsku. Segera kutelepon dia.
“Hai.. Aku Boy. Kau dimana, Della?”
“Hi Boy. Aku di belakang. Ke kamar mandi. Kenapa ingin tahu HP-ku?”
“Aku tertarik denganmu. Suaramu s*xy.. Ses*xy penampilanmu” kataku terus terang. Kudengar tawa ringan dari Della.
“Rayuan ala Boy, nih?”
“Lho.. Bukan rayuan kok. Tetapi pujian yang pantas buatmu yang memang s*xy.. Oh ya, pulang dari cafe jam berapa? Aku antar pulang ya?”
“Jam 24.00. Boleh. Tapi kulihat kau dengan temanmu?”
“Oh.. dia clientku. Sebentar lagi dia pulang kok. Aku hanya mengantarnya sampai parkir mobil. Bagaimana?”
“Okay.. Aku tunggu ya.”
“Okay.. See you soon, s*xy..”
Aku melanjutkan sebentar percakapan dengan client dan kemudian mengantarkannya ke tempat parkir mobil. Setelah clientku pulang aku kembali ke cafe. Waktu masih menunjukkan pukul 23.30. Masih 30 menit lagi. Aku kembali duduk dan memesan hot tea. 30 menit aku habiskan dengan memandang Della yang menyanyi.
Mataku terus menatap matanya sambil sesekali aku tersenyum. Kulihat Della dengan percaya diri membalas tatapanku. Gadis ini menarik hingga membuatku ingin mencumbunya. Dalam perjalanan mengantarkan Della pulang, aku sengaja menyalakan AC mobil cukup besar sehingga suhu dalam mobil dingin sekali. Della tampak menggigil.
“Boy, AC-nya dikecilin yah?” tangan Della sambil meraih tombol AC untuk menaikkan suhu.
Tanganku segera menahan tangannya. Kesempatan untuk memegang tangannya.
“Jangan.. Udah dekat rumahmu kan? Aku tidak tahan panas. Suhu segini aku baru bisa. Kalau kamu naikkan, aku tidak tahan..” alasanku.
Aku memang ingin membuat Della kedinginan. Kulihat Della bisa mengerti. Tangan kiriku masih memegang tangannya. Kuusap perlahan. Della diam saja.
“Kugosok ya.. Biar hangat..” kataku datar. Aku memberinya stimulum ringan. Della tersenyum. Dia tidak menolak.
“Ya.. Boleh. Habis dingin banget. Oh ya, kamu suka jazz juga ya?”
“Hampir semua musik aku suka. Oh ya, baru kali ini aku melihat penyanyi jazz wanita yang bisa bermain keyboard. Mainmu asyik lagi.”
“Haha.. Ini malam pertama aku main keyboard sambil menyanyi.”
“Oh ya? Tapi tidak terlihat canggung. Oh ya, kudengar tadi mainmu banyak memakai scale altered dominant ya?” aku kemudian memainkan tangan kiriku di tangannya seolah-olah aku bermain piano.
“What a Boy! Kamu tahu jazz scale juga? Kamu bisa main piano yah?” Della tampak terkejut. Mukanya terlihat penasaran.
“Yah, dulu main klasik. Lalu tertarik jazz. Belum mahir kok.” Aku berhenti di depan rumah Della.
“Tinggal dengan siapa?” tanyaku ketika kami masuk ke rumahnya. Ya, aku menerima ajakannya untuk masuk sebentar walaupun ini sudah hampir jam 1 pagi.
“Aku kontrak rumah ini dengan beberapa temanku sesama penyanyi cafe. Lainnya belum pulang semua. Mungkin sekalian kencan dengan pacarnya.”
Della masuk kamarnya untuk mengganti baju. Aku tidak mendengar suara pintu kamar dikunci. Wah, kebetulan. Atau Della memang memancingku? Aku segera berdiri dan nekat membuka pintu kamarnya.
Benar! Della berdiri hanya dengan br* dan cel*na d*lam. Di tangannya ada sebuah kaos. Kukira Della akan berteriak terkejut atau marah. Ternyata tidak. Dengan santai dia tersenyum.
“Maaf.. Aku mau tanya kamar mandi dimana?” tanyaku mencari alasan. Justru aku yang gugup melihat pemandangan indah di depanku.
“Di kamarku ada kamar mandinya kok. Masuk aja.”
Wah.. Lampu hijau nih. Di kamarnya aku melihat ada sebuah keyboard. Aku tidak jadi ke kamar mandi malah memainkan keyboardnya. Aku memainkan lagu “Body and Soul” sambil menyanyi lembut. Suaraku biasa saja juga permainanku. Tapi aku yakin Della akan tertarik. Beberapa kali aku membuat kesalahan yang kusengaja. Aku ingin melihat reaksi Della.
“Salah tuh mainnya.” komentar Della. Dia ikut bernyanyi.
“Ajarin dong..” kataku.
Dengan segera Della mengajariku memainkan keyboardnya. Aku duduk sedangkan Della berdiri membelakangiku. Dengan posisi seperti memelukku dari belakang, dia menunjukkan sekilas notasi yang benar. Aku bisa merasakan nafasnya di leherku.
Wah.. Sudah jam 1 pagi. Aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Aku memalingkan mukaku. Kini mukaku dan Della saling bertatapan. Dekat sekali. Tanganku bergerak mem*luk pinggangnya. Kalau ditolak, berarti dia tidak bermaksud apa-apa denganku. Jika dia diam saja, aku boleh melanjutkannya. Kemudian tangannya menepis halus tanganku. Kemudian dia berdiri. Aku ditolak.
“Katanya mau ke kamar mandi?” tanyannya sambil tersenyum.
Oh ya.. Aku melupakan alasanku membuka pintu kamarnya.
“Oh ya..” aku berdiri.
Ada rasa sesak di dadaku menerima penolakannya. Tapi aku tak menyerah. Segera kuraih tubuhnya dan kupeluk. Kemudian kuangkat ke kamar mandi!
“Eh.. Eh, apa-apaan ini?” Della terkejut. Aku tertawa saja.
Kubawa dia ke kamar mandi dan kusiram dengan air!
Biarlah. Kalau mau marah ya aku terima saja. Yang jelas aku terus berusaha mendapatkannya. Ternyata Della malah tertawa. Dia membalas menyiramku dan kami sama-sama basah kuyup. Segera aku menyandarkannya ke dinding kamar mandi dan menc*umnya!
Della membalas ci*manku. Bib*r kami saling mem*gut. Sungguh nikmat berc*mbu di suhu dingin dan basah kuyup. Bib*r kami saling berlomba memberikan kehangatan. Tanganku merain kaosnya dan membukanya.
Kemudian br* dan celana pendeknya. Sementara Della juga membuka kaos dan celanaku. Kami sama-sama tinggal hanya memakai cel*na d*lam. Sambil terus menc*mbunya, tangan kananku mer*ba, mer*mas lembut dan mer*ngsang p*yud*ranya. Sementara tangan kiriku mer*mas bongk*han pant*tnya dan sesekali menyelinap ke bel*han pant*tnya.
Dari pant*tnya aku bisa meraih v*gin*nya. Menggosok-gosoknya dengan jariku.
“Agh..” kudengar rint*han Della. Nafasnya mulai memburu. Suaranya s*xy sekali. Berat dan basah. Perlahan aku merasakan pen*sku er*ksi.
“Egh..” aku menahan nafas ketika kurasakan tangan Della menggenggam b*tang pen*sku dan mer*masnya.
Tak lama dia meng*cok pen*sku hingga membuatku makin ter*ngsang. Tubuh Della kuangkat dan kududukkan di bak air. Cukup sulit berc*nta di kamar mandi. Licin dan tidak bisa berbaring. Sewaktu Della duduk, aku hanya bisa mer*ngsang pay*dara dan menc*mbunya. Sementara pant*t dan v*gin*nya tidak bisa kuraih. Della tidak mau duduk. Dia berdiri lagi dan menc*umi put*ng dad*ku!
Ternyata enak juga rasanya. Baru kali ini put*ngku dic*um dan dij*lat. Della cukup aktif. Tangannya tak pernah melepas pen*sku. Terus dik*c*k dan dir*masnya. Sambil melakukannya, badannya berg*yang-g*yang seakan-akan dia sedang menari dan menikmati musik. Merasa terganggu dengan cel*na d*lam, aku melepasnya dan juga melepas cel*na d*lam Della.
Kami berc*mbu kembali. Lid*hku menekan lid*hnya. Kami saling menj*lat dan mengh*sap. Rint*han kecil dan des*han nafas kami saling bergantian membuat alunan musik b*r*hi di kamar mandi. Suhu yang dingin membuat kami saling merapat mencari kehangatan. Ada sens*si yang berbeda berc*nta ketika dalam keadaan basah. Waktu berc*mbu, ada rasa ‘air’ yang membuat ci*man berbeda rasanya dari biasanya.
Aku menyalakan shower dan kemudian di bawah air yang mengucur dari shower, kami semakin hangat merapat dan saling mer*ngs*ng. Aliran air yang membasahi rambut, wajah dan seluruh tubuh, membuat tubuh kami makin panas. Makin berg*ir*h. Kedua tanganku meraih pant*tnya dan kur*mas agak keras, sementara bib*rku melumat makin g*nas bib*r Della. Sesekali Della mengg*git bib*rku.
Perlahan tanganku merayap naik sambil mem*jat ringan pinggang, punggung dan bahu Della. Dari bahasa tubuhnya, Della sangat menikmati pij*t*nku.
“Ogh.. Its nice, Boy.. Och..” Della meng*rang.
Lid*hku mulai menj*l*ti telinganya. Della mengg*linj*ng geli. Tangannya ikut mer*mas pant*tku. Aku merasakan pay*d*ra Della makin teg*ng.
Pay*d*ra dan put*ngnya terlihat begitu s*ksi. Men*ntang dengan put*ng yang menonjol coklat kemerahan.
“Pay*d*ramu s*ksi sekali, Della.. Ingin kumakan rasanya..” candaku sambil tertawa ringan.
Della memainkan bola matanya dengan genit.
“Makan aja kalo suka..” bisiknya di telingaku.
“Enak lho..” sambungnya sambil menj*lat telingaku. Ugh.. Darahku berdesir. Perlahan ujung lid*hku mendekati put*ngnya. Aku menj*latnya persis di ujung put*ngnya.
“Ergh..” desah Della. Caraku menj*latnya lah yang membuatnya meng*rang.
Mulai dari ujung lid*h sampai akhirnya dengan seluruh lid*hku, aku menj*latnya. Kemudian aku mengh*sapnya dengan lembut, agak kuat dan akhirnya kuat. Tak lama kemudian Della kemudian membuka kakinya dan membimbing pen*sku memasuki v*gin*nya.
“Ough.. Enak.. Ayo, Boy” Della memintaku mulai beraksi.
Pen*sku perlahan menembus v*gin*nya. Aku mulai meng*c*knya. Maju-mundur, berputar, Sambil bib*r kami saling mel*mat. Aku berusaha keras membuatnya merasakan kenikmatan. Della dengan terampil mengikuti tempo koc*kanku.
Kami bekerja sama dengan harmonis saling memberi dan mendapatkan kenikmatan. V*gin*nya masih rapat sekali. Mirip dengan Reni. Apakah begini rasanya per*wan? Entahlah. Aku belum pernah berc*nta dengan per*wan, kecuali dengan Reni yang sel*put d*ranya tembus oleh jari pacarnya.
“Agh.. Agh..” Della meng*rang keras. Lama kelamaan suaranya makin keras.
“Come on, Boy.. F*ck me..” ceracaunya.
Rupanya Della adalah tipe wanita yang bersuara keras ketika berc*nta. Bagiku menyenangkan juga mendengar suaranya. Membuatku terpacu lebih hebat mengh*jamkan pen*sku. Lama-lama tempoku makin cepat.
Beberapa saat kemudian aku berhenti. Mengatur nafas dan mengubah posisi kami. Della men*ngg*ng dan aku ‘meny*r*ngnya’ dari belakang. D*ggy st*le. Kulihat pay*d*ra Della sedikit terayun-ayun. S*ksi sekali. Dengan usil jariku mer*ba an*snya, kemudian memasukkan jariku.
“Hey.. Perih tau!” teriak Della. Aku tertawa.
“Sorry.. Kupikir enak rasanya..”
Aku menghentikan memasukkan jari ke an*snya tetapi tetap bermain-main di sekitar an*snya hingga membuatnya geli.
Cukup lama kami berpacu dalam b*r*hi. Aku merasakan saat-saat org*smeku hampir tiba. Aku berusaha keras mengatur ritme dan nafasku.
“Aku mau nyampe, Della..”
“crot di dalam aja boy. Udah lama aku tidak merasakan semb*ran ken*kmatan pria” Aku agak terhenti. G*la, keluarin di dalam. Kalau h*mil gimana, pikirku.
“Aman, Boy. Aku ada obat anti h*mil kok..” Della meyakinkanku. Aku yang tidak yakin. Tapi masa bodoh ah. Dia yang menjamin, kan? Kuk*c*k lagi dengan gencar. Della berteriak makin keras.
“Yes.. Aku juga hampir sampe, Boy…come on.. come on.. lebih dalam boy.. oh yeah..”
Saat-saat itu makin dekat.. Aku mengejarnya. Kenikmatan tiada tara. Membuat saraf-saraf pen*sku kegirangan. Srr.. Srr..
“Aku org*sme. Sesaat kemudian kurasakan tubuh Della makin bergetar hebat. Aku berusaha keras menahan er*ksiku. Tubuhku terk*jang-k*jang mengalami puncak ken*kmatan.
“Aarrgghh.. Yeeaahh..” Della menyusulku org*sme.
Dia menjerit kuat sekali kemudian membalikkan badannya dan memelukku. Kami kemudian berc*mbu lagi. Saatnya after org*sm serv*ce. Tanganku mem*jat tubuhnya, mem*jat kepalanya dan menc*mbu hidung, pipi, leher, pay*d*ra dan kemudian perutnya.
Aku membuatnya kegelian ketika hidungku bermain-main di perutnya. Kemudian kuangkat dia. Mengambil handuk dan mengeringkan tubuh kami berdua. Sambil terus mencuri-curi ci*man dan rab*an, kami saling menggosok tubuh kami. Dengan tubuh tel*nj*ng aku mengangkatnya ke tempat tidur, membaringkannya dan kembali menc*umnya. Della tersenyum puas. Matanya berbinar-binar.
“Thanks Boy.. Sudah lama sekali aku tidak berc*nta. Kamu berhasil memu*skanku..”
Pujian yang tulus. Aku tersenyum. Aku merasa belum hebat berc*nta. Aku hanya berusaha mel*yani setiap wanita yang berc*nta denganku. Memperhatikan kebutuhannya. Aku sangat terkejut ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sial, kami tadi lupa mengunci pintu!! Seorang wanita muncul. Aku tidak sempat lagi menutupi tubuh tel*nj*ngku.
“Ups.. Gak usah terkejut. Dari tadi aku udah dengar teriakan Della. Tadi malah sudah mengintip kalian di kamar mandi..” kata wanita itu. Aku kecolongan. Tapi apa boleh buat. Biarkan saja. Kulihat Della tertawa.
“Kenalin, dia Meri. Mbak.. Dia Boy.” aku menganggukkan kepalaku padanya.
“Hi Meri..” sapaku.
Kemudian aku berdiri. Dengan pen*s lemas terayun aku mencari kaos dan celana pendek Della dan memakainya. Meri masuk ke kamar. Busyet, ni anak tenang sekali, Pikirku. Sudah jam 2 pagi. Aku harus pulang.